15 Februari 2012

Pikiran Benak


Pikiranmu telah berkelana ke hari depan sedang kau hidup pada hari ini. Pikiranmu menakar sesuatu. Sebuah rahasia abadi. Menakar seolah memudah-mudahkan yang sukar. Rahasia itu hanya seakan kau pecahkan, kau ketahui. Serasa kau telah menjalani hari depanmu pada hari ini, merasakan segala kesenangan dan kesedihan. Padahal semua itu masih menjadi sesuatu praduga.
Engkau bayangkan pada hari depan itu hanya ada penerimaan atau penolakan, keberhasilan atau kegagalan. Ketika pikiranmu membayangkan penerimaan dan keberhasilan, meraih semua hal yang kau inginkan sebelumnya, yang telah kau rasakan akan memilikinya, semua itu tentu akan membuatmu tersenyum sepanjang malam. Kamu selalu menikmati keberadaan itu dan terus ingin memeliharanya. Euforia mengikat dirimu senantiasa. Engkau terlena dalam kecurigaan terhadap rahasia.
Namun mimpi buruk itu datang ketika pikiranmu membayangkan hari depan yang buruk, di mana terjadi penolakan dan kegagalan. Membuatmu begitu sentimental terhadap isyarat dari orang-orang di sekelilingmu. Sekecil atau setidak-jelasnya isyarat yang kau terima akan menjadi besar dan jelas karena sentimentalmu itu. Kau mulai menghujat dirimu yang terburu-buru, yang menempuh resiko, walau sebelumnya kau  meyakini telah mengambil langkah yang tepat pada waktu yang tepat dengan perhitungan yang cermat pula. Akhirnya kau merasakan kesia-siaan dan kehilangan sampai kau mulai menghujat Tuhan. Padahal Tuhan tidak bertanggung jawab atas kehilangan apapun pada dirimu.
                Pikiranmu tentang hari depan itu membuatmu menderita. Menderita  dalam prasangka. Hingga engkau luput dari pencarian makna dirimu. Engkau mungkin juga luput meyakini bahwa kesenangan hari ini dapat menjadi kesedihan pada hari depan dan kesedihan hari ini dapat menjadi kesenangan pada hari depan. Kehidupan ini adalah keajaiban yang tak bisa dijelaskan dan hidup di dalamnya adalah perwujudan sebuah keajaiban. Sedangkan yang membuat hidup ini menarik adalah kemungkinan-kemungkinan untuk mewujudkan impian menjadi kenyataan, bukanlah prasangka dalam diri yang sentimental.

1 komentar: