29 Januari 2012

Musim Tanam


Pesemaian mendedahkan perihal lepas dari karung goni butut
yang tidak terbuang karena mengambang di perendaman
lalu dihangatkan  lumpur agar ia pahami ujung tubuhnya --muara doa
yang diaminkan oleh asap kemenyan dan puding kurik—pada malam hitung-bagi zakat

Tali tanam yang direntang adalah pemikat mata
agar jejak tak hilang seperti jejak tukang tanam
lewat pembuluh air dibulatkan menuju tubuh
kata dimufakatkan menjadi tumbuh, tumbuh

Di batang-batangnya hujan telah dimukimkan
seperti telur keong menunggu cahaya matahari

Tebing pematang menjelma cermin sebelum ke pesta
melihat rupa sebelum disiangi dan disisipi
ada yang menguning dan perlahan menyaru pupuk
yang menyimpan rahasia tumbuh di tubuhnya

Semarang, 2011-2012

Palanta


Dibulat-pipihkan segala yang hangat sebelum angin mendinginkan
dalam kepala yang menduga-duga sejak ia masuk ke telinga
bagai melipat kue sapik panas di tangan tentram di dada
walau belum tahu siapa yang akan bertamu nanti malam

Diputus-sambungkan segala yang terentang sebelum benar-benar pulang
sebelum lapuk seperti sisa ketam kayu bayur pada senja yang selalu riuh
pengganti kayu mati di bawah tungku yang mematangkan isi periuk
walau belum tahu apa lauk dimakan malam ini

Dikubak-kuliti segala yang berisi sebelum dicuri tupai atau dibawa lalu orang ramai
sebelum kau temui di tengah kedai kopi bersama lelaki berpeci hitam bersarung bugis
sebagai biji yang daging buahnya telah habis dan akan dibuang ke kebun belakang
tempat musang membawa induk ayam hingga esok pagi cicit anaknya terdengar sebagai
erangan semua kehilangan yang telah dibulat-pipihkan, diputus-sambungkan, dan dikubak-kuliti

Semarang, 2012

Tonggak Dingin


Dari mata pemburu kau sembunyikan tubuh
keheningan menetas dari peluh yang menetes.
di bawah pohon nangka sunyi digetahi

Di tiang-tiang rumah gadang terngiang tawa yang hilang
sebelum mengaji petang
ketika tongkat rotan tak segan melayang
ke tangan gadis ke kaki bujang

Tapak masih belum meninggalkan jejak di bawah pohon nangka
dada ke atas atau sekeping tubuh akan ditebus oleh kencang lari
menjemput kenangan di tonggak yang menggigil ditinggalkan

Kau datang membawa hangat dalam segantang kata
bagai penari telanjang memilin-milinkan tubuhnya di tiang besi
ingin menggagalkan dingin menggigilkan tonggak di depan rumah
yang menjelma pohon nangka
tempat sunyi dilepas dan digetahi berkali-kali


Semarang, 2011

Katalog Abu


Katakan di mana engkau terbit, tentu tidak seperti matahari
bayanganmu keluar lalu terbang dalam tabung cahaya dari lubang atap

Datang dan pergi bagai membalik halaman buku
; ditangkap dan dilepas mata
beberapa isyarat di tubuhmu menjadi syarat di tubuhku
nama-nama yang berebut ingin di depan-belakangkan
agar tidak ada yang tersesat dalam perpustakaan

Katakanlah di mana engkau tinggal, tentu tidak seperti musafir.
sebab engkau ingin jadi kolam air bagi musafir

Di batang tubuhku pangkal namamu tersimpan
beberapa huruf yang telah dijadikan mantra
agar tidak ada yang berkata dusta

Katakanlah di mana engkau hilang, tentu tidak seperti jejak
sebab engkau tidak pernah menapak, namun ingin dilacak

Laci-laci lemari membuatku tua selepas pembakaran pada senja itu

Semarang, 2011-2012

28 Januari 2012

Satu Jadi Dua, Dua Jadi Banyak


: Afrizal Malna

“Seberapa jauh kalian ke sini?”

Cahaya lampu memantul dari kepalamu ke mataku hingga seekor anjingmu berubah jadi singa
Satu jadi dua, dua jadi banyak seperti laron di sekitar bola lampu yang kau sebut arah kiblat.
Di sebelit pinggang mengendap isyarat yang dapat melepas kita dari jerat wajib menjawab tanya
Supaya pinggang jangan dipunggungkan  walau dengan ukuran celana sering bersitegang

Pertanyaan itu terus memantul di antara tebing mata kita selama waktu menukar nama
Bagai cinta yang tak mampu melewati lidah hanya memantul-mantul di dalam dada
Ia menyalak lalu mengaum, satu jadi dua, dua jadi banyak dan kita terlempar ke hutan
Kembali mengukur jauh perjalanan pulang setelah jauh kedatangan lupa kita tuliskan
Seberapa jauh kita kembali.

Pada akhirnya kita hanyalah ampas kopi petanggang yang memalamkan gelas
Menolak meluruhkan tubuh pada kuasa lidah dan ludah

Semarang, 2011

26 Januari 2012

3 in 1 : Jurus Sehat Tanpa Obat



Semenjak mengenal tiga jurus ini, selama hampir empat tahun saya memilih berjarak dengan obat-obatan. Baik dari resep dokter maupun yang dijual bebas di pasaran. Demam, gejala tipes, kelelahan, dan penyakit sejenisnya adalah penyakit yang sering menimpa mahasiswa. Jurus ini saya gunakan ketika mulai merasakan sakit tersebut, artinya ketika gejalanya mulai terasa. Karena ketika itu kondisi tubuh belum terlalu lemah. Jadi tubuh masih mampu diajak beraktifitas.

Jurus Pertama: Minum air panas + pakai baju 5 lapis + Tidur dalam sleeping bed

        Dulu demam seperti jadi langganan bagi tubuh saya. Biasanya ditanggulangi dengan minum obat dari dokter. Lama kelamaan menjadi semacam kebutuhan untuk menemui dokter setiap bulannya. Padahal demam bisa diatasi tanpa harus minum obat.
        Seorang teman dari Akademi Kebidanan menyarankan minum air panas sebelum tidur untuk membantu keluarnya cairan tubuh. Keadaan kota Padang yang panas seperti cocok untuk membantu penyembuhan. Siang yang panas dapat mempercepat keluarnya keringat apalagi jika memakai pakaian sampai lima lapis dan tidur dalam sleeping bed.
Saya biasanya menggunakan jurus ini setelah makan siang. Saya merasa menjadi pemandangan aneh bagi teman-teman kost. Padang siang yang panas tidur pakai jaket di dalam sleeping bed. Kadang kita butuh keanehan juga untuk dapat sembuh.
TIdur selama 1,5-2 jam cukup membuat baju sampai lapisan ke empat basah oleh keringat. Lalu minum air putih sebanyak-banyaknya. Karena menurut teman saya sebelumnya, ketika demam usahakan agar cairan tubuh dapat berganti semaksimal mungkin.

Jurus Kedua: Mandi Subuh: 30-45 menit.

            Mungkin ada yang bertanya kenapa mandi subuh. Saya sengaja memilih subuh karena jadwal mandinya memang ketika masih subuh. Di Padang jadwal subuh paling akhir adalah jam 6, karena waktu itu matahari sudah mulai muncul dari balik jejeran bukit Barisan. Jadwal mandi saya biasanya berkisar dari pukul 05.30-06.00.
            Pada awalnya air dalam bak mandi terasa menakutkan dengan dinginnya. Seakan bak mandi adalah mulut yang akan memakan tubuh kita dan airnya yang dingin bagai taring-taring bening yang tajam akan mencabik-cabiknya (pengandaian yang terlalu dramatik).
            Pada kenyataanya, dingin air itu terasa semakin berkurang setiap kali guyuran membasahi tubuh. Semakin lama semakin cepat melakukan guyuran hingga yang terasa adalah bagai mandi air panas. Lama-kelamaan air dalam bak mandi itu akan terasa panas, membuat ketagihan untuk terus mengguyur.
            Setalah air terasa mulai panas berhentilah. Segera berpakaian, sarapan, dan tidur lagi.  Jangan sampai terlena oleh kenikmatan mandi tersebut, karena sesuatu yang berlebihan tentu tidak baik. Begitu juga dengan kenikmatan yang berlebihan dapat membunuh anda.

Jurus Ketiga: Olahraga

            “Gila lo” Tanggapan ini pernah saya dapatkan dari seorang teman ketika di Semarang. Menurut dia berolah raga ketika sakit adalah kegiatan yang ekstrim. Jika dilihat saja mungkin olahraga adalah tindakan nekad yang dilakukan ketika sakit, khususnya olah raga berat seperti sepak bola, bulu tangkis, bola basket dan lainnya.
            Berolahraga ketika sakit itu hanya terasa berat pada 5 menit pertamanya. Setelah itu semua terasa seperti biasanya. Namun lama berolahraganya perlu diperhatikan. Dalam keadaan sehat anda dapat bermain futsal satu jam penuh, maka ketika sakit cukup bermain 20-30 menit saja. Cukup untuk mengeluarkan cairan/keringat dari dalam tubuh.

Saya biasanya berolahraga sebelum magrib. Lalu efeknya akan terjadi setelah magrib. Tubuh akan merasa lebih dingin daripada sebelumnya, hingga bawaannya  ingin tidur-- karena juga kelelahan. Namun ketika bangun pagi tubuh terasa lebih segar. Artinya sudah sehat walafiat

Ketiga jurus di atas saya dapatkan ketika masih kuliah di Padang, karena sering sakit dan pernah kena tipes sampai dirawat di rumah sakit. Akhirnya saya mencari altrnatif pencegahan dan pengobatan sendiri. Ketiga jurus tersebut disempurnakan ketika saya kuliah di Semarang. Dari seorang teman aktivis yang sangat militant  dengan mobilitias tinggi mengatakan “Jangan biarkan tubuhmu menguasai pikiranmu”

Pikiran adalah jurus utama untuk kesehatan jika mampu selalu berpikir positif. Namun pikiran dapat juga menjadi jurus yang menambah sakit terutama jika selalu memikirkan hal-hal negatif, tetek bengek yang berlebihan, sampai prasangka-prasangka buruk yang akan terjadi. Dalam buku The Secret dikatakan satu pikiran negatif akan menarik ribuan pikiran negatif lainnya ke dalam pikiran anda. Begitu juga dalam buku Aa Ginanjar menjelaskan pikiran-pikiran buruk yang anda sampaikan adalah doa yang akan didengarkan oleh semesta

Jadi, pikiran anda adalah  obat bagi tubuhnya sendiri.