Kota
lumpia Semarang dipilih menjadi titik pertemuan semua anggota Spartacks yang akan
berangkat ke Jepara pada 19 Februari kemarin. Tidak adanya akses langsung ke
Jepara dari beberapa kota besar tempat Spartacks banyak bermukim seperti:
Bandung, Jabodetabek, dan Yogyakarta adalah alasannya. Rombongan dari Bandung
dan Jabodetabek sampai di kota ini hampir bersamaan dengan kendaraan yang
berbeda. Rombongan dari Bandung yang mengendarai mobil sedangkan Jabodetabek
menumpangi kereta api kelas ekonomi sampai di Semarang saat matahari pagi mulai
merekah.
Lelah
dan kantuk setelah melewati perjalanan jauh raib dari wajah mereka dalam
pertemuan yang hangat di stasiun Poncol, sebelum menuju kost salah seorang
teman (Guri Ridola) di kawasan kampus Undip, Tembalang, yang menjadi tempat
berkumpul terakhir sebelum ke Jepara. Pertandingan antara Semen Padang FC
melawan Persijap Jepara yang akan dihelat pada pukul 19.00 memberikan
kesempatan mereka untuk beristirahat sejenak. Rombongan Yogyakarta seperti
sejalan dengan hujan ketika sampai di Semarang, tepat ketika dua rombongan
sebelumnya lelap dalam tidur masing-masing.
Menuju
kota ukir Jepara selama dua jam perjalanan, dengan mengendarai empat mobil
rombongan berangkat pukul setengah tiga dari Semarang. Gerimis menyambut ketika
sampai di tujuan. Beberapa orang perwakilan Banaspati juga turut menjemput
untuk mendamping perjalanan ke stadion. Rombongan akhirnya dibagi menjadi dua,
satu ke hotel Jepara Indah untuk menemui pemain dan memberi semangat langsung, dan
rombongan lainnya langsung menuju stadion Gelora Bumi Kartini.
Gerimis
hilang ketika kami semuanya berkumpul di sekretariat Banaspati untuk
bersilaturrahmi dan pengurusan masalah tiket. Hangatnya sambutan seolah
mengalahkan cuaca dingin akibat gerimis yang turun. Berbagi cerita, berbagi
tawa adalah tradisi yang senantiasa dilakukan sebelum bersaing dalam memberikan
dukungan kepada tim yang dibela.
Dengan
diiringi perwakilan Banaspati rombongan menuju tribun Selatan, tribun khusus
untuk tamu di stadion Gelora Bumi Kartini. Tirai air dari langit turun lebih
besar hingga seluruh rombongan kuyup ketika pertandingan baru akan dimulai.
Beberapa spanduk sebagai “supporter bisu” dibentangkan dipagar stadion. Setelah
itu berbagai yel-yel, nyanyian, dan mars Spartacks bergema seperti hendak
mengalahkan bunyi hujan dan suara supporter Persijap untuk mendukung Semen
Padang FC.
Feri
Ferdian, Theo, Fiki, Radith bergantian menjadi dirigen untuk mengomandoi
rombongan meneriakan yel-yel, mars, dan nyanyian. Mulai dari “Spartacks datang, Semen Padang pasti menang…Alah
lamo denai manantikan…Nasi padang, ikan randang…Taksi biru, taman melati..”
sampai “Kampuang Den Jauah Di Mato” meliuk-liuk di udara, juga di antara gema
suara supporter lawan. Bunyi senar dipukul yang dibawa oleh rombongan
Jabodetabek menambah semangat dan menguatkan detak dalam dada untuk terus
mendukung Semen Padang dalam keadaan hujan ataupun panas.
Hujan
hanya berhenti turun ketika jeda babak pertama, hingga tidak ada pilihan lain
untuk tetap hangat selain dengan bersorak dan bergerak. Hasil akhir yang pahit
dan harus diterima tidak menyurutkan semangat rombongan untuk terus memberikan
dukungan kepada Semen Padang FC. Dalam hujan kita tetap bersuara. Barangkali
dapat diartikan secara harfiah dan pemaknaan. Secara harfiah telah dibuktikan.
Secara pemaknaan hujan dapat berarti kekalahan yang mesti kita terima. Hujan
yang membagi basah secara rata, kepada pemain, official, supporter, dan seluruh
warga Sumatera Barat dan perantau Minangkabau di manapun berada.
Selama-lamanya
hujan turun pasti akan reda jua, sebasah-basahnya tubuh pasti akan kering jua.
Sebuah semangat masih tersimpan dalam dada rombongan tur Jepara kemarin. Kalah
bukan alasan untuk berhenti memberikan dukungan kepada tim, mencari-cari
kambing hitam, atau menghujat pemain dan official yang telah berusaha keras
sebelum dan selama pertandingan. Kalah adalah perjalanan yang mesti ditempuh.
Dan memberikan dukungan penuh adalah langkah-langkah yang terus akan
digerakkan. Semoga dan senantiasa
Sasaka