Pada prolog film
Stranger Than Fiction (STF) mengatakan bahwa Harold Crick (HC) yang menjadi
tokoh utamanya adalah seorang lelaki dengan ilmu yang tidak terbatas, kalkulasi
yang tidak ada habisnya dan tidak sombong. Kegiatan yang dilakukannya sangat
sistematis dan konsisten seperti menggosok gigi dengan 76 gerakan—38 ke depan-belakang,
38 ke atas-bawah-- dan selama 12 tahun setiap hari kerja HC berlari dengan
rata-rata 57 langkah per blok sejauh enam blok untuk mengejar bus Kronecker 8:17
serta makan siang selama 45,7 menit dan tidur tepat pada pukul 11.13 malam,
semua ini diatur oleh bunyi jam tangannya. Segala kegiatannya yang dilakukan HC menjadikannya
seakan robot yang digerakkan oleh sistem komputer.
HC dalam
kenyataan diikuti oleh suara (narator) yang mengatakan hal-hal yang telah
dilakukannya secara akurat dengan pilihan kata yang tepat. Suara itu selalu
benar menyampaikan sesuatu tentang HC, kebiasannya, perasaanya, pikirannya,
struktur kota kediamannya, hingga tentang kematiannya. Suara itu mengubah pola
kehidupan HC yang telah berlangsung selama 12 tahun. Semua itu terjadi karena
naluri HC yang skeptis terhadap suara tersebut. Ia mencari-cari keberadaan
suara tersebut, menggugatnya, dan mendiskusikannya dengan orang lain.
Dalam
pencariannya HC menduga ia adalah bagian dari karakter dalam sebuah cerita.
Semua itu berawal dari kata-kata “dia tahu sedikit” yang diucapkan oleh suara
tersebut,. Hingga HC memutuskan untuk mencari bagian-bagian cerita selanjutnya.
HC dihadapkan dengan dua kemungkinan atas pencariannya yaitu: komedi dan
tragedi. Seperti kutipan dari Italo Calvino “pada akhirnya semua cerita akan
menujukkan dua hal yaitu; kelangsungan hidup dan kematian yang tidak dapat
dihindarkan”. Dapat diasumsikan tragedi berarti kematian dan komedi berarti
tetap bertahan hidup.
Selama pencarian
ini HC mengalami perubahan drastis dalam hidupnya. Mimpi-mimpi purbanya kembali
dihidupkan. Rutinitasnya dihancurkan dan ia mulai menyadari kalau tempatnya
bekerja hanya menuntut kedisiplinan dan ketelitian tanpa mengajarkan tata krama.
Dari sini terbersit pikiran tentang katalisator pada HC. Ia ingin mempercepat
suatu peristiwa, setelah mengetahuinya bahkan ingin mengubahnya. Ana Pascal--pengusaha
toko roti--yang menjadi clien dari kantornya adalah perempuan yang turut serta
disebut oleh sang narrator. AP menjadi objek penelitian bagi HC tentang akhir
dari cerita kehidupannya akan mengarah ke mana.
Ana Pascal ingin
menciptakan dunia yang lebih baik dengan kue-kue yang dimasaknya setelah ia di
DO dari Harvard University. Seperti HC yang mulai membuka pikiran akan
kebahagiaan lain di dunia ini selain dari rutinitas pekerjaan. Kebahagian yang
begitu sederhana dari sekeping kue coklat dan segelas susu hangat. Kebahagiaan
yang makin lengkap setelah mereka menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih
yang juga menegaskan pendapat bahwa “orang-orang yang membencimu pada akhirnya
akan mencintaimu”
Tentu saja
filmnya tidak berakhir sampai di sini saja. HC pada akhirnya dapat menemukan
sang narator. Dia adalah Karen Eiffel (KE), seorang penulis novel tragedi. Dari
delapan novel yang selesai ditulisnya, semua tokoh utamanya mati. Mereka mati
sebagai pahlawan, namun ceritanya akan selalu hidup. Sebelum pertemuan itu
terjadi KE telah menemukan cara yang tepat untuk membunuh tokoh HC dalam
novelnya. Kematian yang sangat sederhana dan tentu saja tragis.
KE sama sekali
tidak menyangka bahwa tokoh HC dalam novelnya benar adanya dalam kenyataan.
Deskripsi fisik, pakaian dan pekerjaan sama sekali, hingga ia merasa bahwa itu
semua hanyalah sebuah lelucon. Dalam pertemuan ini HC memaksa KE untuk mengubah
akhir ceritanya, agar ia masih tetap hidup. Namun takdir tokoh HC akan
ditentukan oleh dua huruf yang belum selesai dituliskan “Harold Crick was de…”
Dalam STF terdapat
beberapa tokoh dalam kolase lainnya seperti; perempuan kulit hitam pencari
kerja, seorang bocah dengan sepeda barunya, serta seorang pengarang yang selalu
mengumpulkan puntung rokoknya dengan tisu. Kolase-kolase ini pada awalnya
kelihatan terpisah dan tidak bersambungan sama sekali. Sedikit pintu rahasia
yang dibukakan oleh sutradaranya adalah ketika KE mencari-cari cara untuk
membunuh Harold Crick. Namun, Harold Crick di sini tidak dijelaskan sebagai
tokoh dalam novel atau sebagai kenyataan. Hingga kemisteriusan dari nama Harold
Crick semakin tinggi. Pada bagian akhir dari ceritanya semua kolase itu diikat
dalam satu scene yang sangat apik. HC tertabrak oleh bus ketika berusaha
menyelamatkan bocah yang terjatuh dari sepedanya.
***
Pengarang mati berkali-kali dalam
karyanya, barangkali kalimat itu dapat diartikan secara harfiah untuk KE yang
melakukan riset untuk membunuh tokoh HC dalam novelnya, ia mencoba membayangkan
HC mati karena melompat dari gedung,. Ia rasakan pula kehujanan dekat jembatan
ketika mobilnya terjun ke sungai karena menghindari bocah bersepeda.
Membayangkan HC mati karena pneumonia, atau mati tertempak geng bersenjata. Riset
KE yang paling menarik adalah ketika ia mengunjungi rumah sakit untuk melihat
keadaan orang-orang yang sekarat, hingga ia dianggap sebagai orang gila. Semua
itu dilakukannya untuk mendapatkan rangsangan visual untuk menulis ceritanya.
KE
penulis novel-novel tragedi, telah menerbitkan delapan novel yang semua tokoh
utamanya mati. Harold Crick menjadi tokoh utama dalam novel terakhirnya yang
bertema interkonektivitas fashion. HC tidak bisa lepas dari jam tangannya yang
telah mengontrol hidupya selama 12 tahun. KE telah melakukan berbagai riset
namun belum juga menemukan cara yang tepat untuk membunuh HC.
Inspirasi
dapat datang dengan tiba-tiba tanpa aba-aba. Seperti ia menemukan cara untuk
membunuh HC ketika keluar dari toko melihat apel yang berjatuhan dari
onggokannya lalu berguling ke jalan raya. Membunuh seorang tokoh dalam cerita
kadang dapat dilakukan dengan sederhana. Barangkali hal ini dapat digunakan
untuk sebaliknya, ketika pengarang ingin menghidupkan seorang tokoh dalam
ceritanya.
Cerita
yang beraliran tragedi selalu diidentikan dengan kematian tokoh utamanya.
Pengarang selalu merdeka dalam membunuh tokoh dalam ceritanya. Namun ketika
kematian dalam cerita/fiksi dihadapkan dengan kematian dalam kenyataan akan
menghadirkan benturan dan dilema. Dalam fiksi kematian dibuat seolah-olah
nyata, sedangkan dalam kenyataan kematian diinginkan seolah-olah fiksi. Sifat
alami dari sebuah cerita tragedi adalah kematian tokoh utamanya namun ceritanya
tetap berlanjut.
STF
mencoba untuk mengubah mainstream seperti itu. Tragedi tidak harus berakhir
dengan kematian. Tokoh utama HC pada akhirnya terselamatkan oleh pecahan jam
tangannyayang mencegah pendarahan di pembulu nadinya. Walau Prof. Hilbert
menyatakan jika HC mati maka novelnya KE itu akan menajdi masterpiece dalam
karyanya. Namun pendapat KE dapat membantahnya. Tokoh yang tahu dia akan mati
dan dia menerima kematiannya, lalu dia mencoba untuk menggagalkan, adalah tokoh
yang pantas untuk selalu dihidupkan. Cerita-cerita baru akan mengalir.