Siang itu saya
berdiri di hadapan dua puluh lima orang siswa-siswi kelas XI Madrasah Aliyah
Hasyim A’syari kecamatan Welahan,
Jepara, dalam rangka memberikan lokakarya pembuatan zine. Saya mendapat bagian
materi penyampaian konten dan laporan jurnalistik dalam zine. Mengenai sejarah
dan praktek pembuatannya disampaikan oleh @Adin sebelum dan sesudahnya.
Pada awal saya memasuki kelas, terdengar bisk-bisik dari belakang tentang baju yang saya pakai. Waktu itu saya memakai baju Semen Padang FC, kebetulan Minggu nanti Semen Padang akan bertandang ke kandang Persijap Jepara. Kejadian ini saya jadikan langkah awal untuk memulai perbincangan dengan mereka. Setelah dipaparkan materi
tentang konten dan laporan jurnalistik, para siswa mulai membuat zine sesuai
selera dan kemampuan mereka. Adin dan saya menekankan kepada mereka untuk
menikmati kebebasan dalam berkarya dan mengeskplorasi kreatifitas mereka seliar
mungkin. Dikatakan Adin kepada mereka, “Saat umur kalian ‘segini’ adalah saat
imajinasi kalian liar dan berapi-api”.
Selama satu
jam bekerja, mereka yang dibagi menjadi enam kelompok telah menghasilkan media
bagi diri mereka sendiri dan lingkungannya dalam bentuk zine. Kreatifitas
mereka pantas untuk diapresiasi. Salah satu zine yang menarik adalah yang
mengangkat tema “Teroris”. Cara mereka memandang teroris tidak hanya secara
subjektif. Mereka menghujat keadaan negara yang dirasa secara tidak langsung
melahirkan teroris-teroris baru, pemahaman agama yang salah, serta menghadirkan
sisi lucu dari teroris lewat karikatur. Teknik kolase (potong-tempel) yang
dilakukan juga bervariasi. Mereka menciptakan cerita-cerita baru dari gambar
kartun yang diambil dari koran. Cara pemotongan yang memisahkan bagian-bagian
dari sebuah objek juga dapat menimbulkan
kesan puitis. Pada akhir pertemuan saya bacakan sepenggal puisi Sutardji kepada mereka. Percuma bebas kalau tidak bertelur, Percuma bertelur kalau tidak menetas
***
Ingatan saya
melesat ke pertengahan tahun 2011, saat itu saya dan teman-teman dalam grup
Creative Writing pada acara Future Leader Summit 2011 menjadi peserta lokakarya
pembuatan zine yang juga dimotori oleh Adin. Kami membuat zine juga dengan
teknik kolase, tidak hanya itu, karena dipaparkan juga teknik lainnya dengan
menggunakan media digital. Hari itu saya belajar membuat zine.
Ini bukanlah
de javu tapi hayalan secara sadar yang jadi kenyataan. Ketika berdiri
menyampaikan materi kepada para siswa, saya merasakan energi besar yang sudah
lama tertahan keluar. Cara-cara mengajar yang selama ini masih melayang-layang
dalam kepala saya dapat terkeluarkan. Bagaimana cara menarik perhatian,
memberikan motivasi, menciptakan suasana yang santai dan nyaman agar materi
dapat diterima dengan baik, membantu mereka dalam mengembangkan imajinasi, dan
menciptakan kesan menarik pada akhir pertemuan. Secara sadar saya menghayal
jadi seorang pengajar.
Dulu saya
belajar membuat zine, sekarang saya mengajarkan cara membuat zine. Sebuah
perputaran yang hakiki dan tidak akan pernah berhenti. Belajar lalu mengajar,
mambaca lalu menulis. Setelah merasakan mengajar, tentu masih banyak koreksi
yang menuntut saya untuk kembali belajar. Belajar cara mengajar, dan belajar
tentang hal-hal yang akan diajarkan. Begitu juga setelah merampungkan tulisan
ini, saya harus membaca tulisan lain, dan membuat tulisan lain. Perputaran hakiki yang mesti terus dijalani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar