1 Agustus 2014

7. Rahasia Kesedihan


“Maafkan aku kalau kemarin membuat percakapan kita jadi tidak menarik”
“Iya. Nggak apa-apa. Santai saja. Emang kemarin kenapa?”
“Aku tetap gak tahu kenapa, tiba-tiba saja sedih dan merasa kesepian. Biasanya juga seperti itu, ntar sedihnya hilang dengan sendirinya.”
“Bukankah setiap kesedihan ada penyebabnya?”
“Tidak. Bagiku kesedihan bisa terjadi tanpa ada penyebabnya”
“Ada apa denganmu? Silahkan cerita kalau kamu mau menceritakannya”
“Belum saatnya. Udahlah, aku nggak mau cerita tentang diriku lagi. Maaf ya, kalau ngomong denganku jadi tidak menarik”
“Percakapan yang tidak menarik sesekali hadir untuk menyempurnakan percakapan lain menjadi sangat menarik”
“Ah. Dasar”

            Pertama kalinya aku mengetahui kamu menyembunyikan sesuatu. Mungkin sebuah cerita atau keadaan. Sialnya kamu tidak mau menyampaikannya. Praduga-praduga menyelusup ke dalam pikiranku. Ada yang mengatakan aku belum cukup dipercaya untuk mendengarkan cerita-cerita krusial dalam kehidupanmu. Ada yang merasa kamu sedang mendramatisir keadaan, mungkin saja karena datang bulan. Ada yang mengatakan usia pertemuan kita belum cukup untuk sebuah kisah penting dalam hidupmu. Satu praduga yang lebih menguasai pikiranku adalah kamu sedih karena laki-laki yang kamu kirim email kemarin. Barangkali dia memang tidak membalas emailmu, sedangkan kamu sangat mengharapkan dia membalasnya, atau dia membalas dengan kalimat-kalimat yang tidak kamu harapakan.
            “Apakah laki-laki yang kamu ceritakan kemarin telah membalas emailmu?”
            “Tidak. Dia belum membalas emailku”
            Aku menatap wajahmu dengan tatapan orang kebingungan. Sepertinya kamu mengetahui kebingunganku lalu menimpali.
            “Aku sedih bukan karena itu kok”
            “Oke. Kalau kamu masih belum mau menceritakannya, tapi jika kamu mau menceritakannya suatu saat nanti, silahkan. Rasa penasaran ini bisa mengendap lama dalam pikiranku”.
            “Iya. Lihat nanti saja”
            “Oh iya. Jangan-jangan kamu sedih dan merasa sendiri karena jomblo?”
            “Siaaaaaal...” Lalu kita sama-sama tertawa melepaskan ketegangan karena tebakanku yang selalu salah tentang alasan kesedihanmu.
            Sebuah kelegaan menyelinap di antara praduga-praduga tentang kesedihanmu. Lebih melegakan lagi karena bukan laki-laki yang kamu ceritakan itu penyebabnya. Sebelumnya, aku membayangkan betapa hebatnya  laki-laki itu meninggalkan goresan kesedihan pada dirimu. Hingga dibutuhkan suatu kebahagiaan yang lebih hebat untuk dapat menghilangkannya. Kebahagian yang harus diciptakan oleh seorang laki-laki yang sedang mendekatimu. Namun itu bukanlah keadaan yang sebenarnya. Sedikit mampu menenangkanku.
            Keadaan yang paling membingungkan bagi seorang laki-laki adalah saat menghadapi kesedihan perempuan. Lebih membingungkan lagi jika kesedihan itu tanpa diketahui penyebabnya. Setelah belum mampu menyelami keluasan perasaanmu, sekarang kamu memerangkapku dalam gua rahasia kesedihanmu. Maukah kau memberikan suatu petunjuk untukku keluar dari sini?

Bersambung...
250714