2 Oktober 2011

Keripik Balado dan Susu Coklat


Kembali saya berusaha mengingat kenangan dengan makanan. Saya berusaha memahami benda-benda di sekitar saat mulai menulis. Karena benda-benda itu sangat dekat dan mudah diamati. Benda yang setia menemani, paling tidak untuk sementara sebelum bermuara di lambung. Seperti kenangan yang sungguh dekat dengan tubuh, karena tubuh adalah media dari kenangan itu sendiri.
Keripik balado adalah makanan yang terbuat dari irisan singkong yang digoreng dengan lada goreng. Makanan sederhana yang bertahan sampai sekarang. Keripik balado yang berwarnah merah dan kadang terlihat sisi-sisinya yang menghitam karena penggorengan dan minyak yang tergenang dalam kemasan plastiknya.
Tidak susah untuk membuat sendiri makanan ini, namun tidak semua orang ahli dalam membuatnya. Keripik balado yang bagus adalah keripik yang renyah—tidak keras atau lembek. Kalau untuk dijual di warung biasanya keripik balado dikemas dalam bungkusan-bungkusan kecil. Harganya juga sangat memasyarakat, berkisar Rp 500,00 sampai Rp 1.000,00 saat ini.
Saat masih sekolah dasar keripik balado adalah jajanan yang setia mengisi salah satu sudut di meja kantin. Makanan yang tidak akan basi jika tidak habis satu hari. Pada kenyataannya memang sangat jarang keripik balado habis satu hari. Mungkin karena bentuknya yang kurang menarik atau karena setiap hari selalu tersedia. Keripik balado kadang jadi jajanan yang paling sering tersisa ketika jam pelajaran sudah selesai. Namun ada sebuah kejadian yang membuat semua itu berbalik dengan cepat. Keripik balado menjadi jajanan paling laris, bahkan pada istirahat pertama sudah habis.
Sebelumnya saya jelaskan dulu perbedaan antara keripik dan kerupuk di tempat kami. Keripik untuk jenis yang lebih kecil ukurannya dan tidak dijual secara satuan. Sedangkan kerupuk adalah yang bentuknya lebih besar dan dijual secara satuan.
Awalnya mungkin karena ketidak sengajaan, seorang teman yang ingin membeli kerupuk kuah kecewa karena kerupuknya habis. Karena kerupuk yang khusus untuk dikuahi habis maka dia membeli keripik balado yang diberinya kuah. Kuah yang dimaksud adalah kuah sate untuk kerupuk kuah. Perpaduan rasa kuah sate dengan pedas keripik balado ternyata memberikan sensasi rasa yang menarik. Rasa nikmat yang baru itu langsung tersebar ke telinga teman-teman yang lainnya. Hingga keripik balado hari itu habis dengan kuah kerupuk kuah.
Besok harinya keripik balado habis sedangkan kerupuk kuah  masih tersisa. Kuah yang sedianya untuk kerupuk telah menjadi padanan baru untuk makan keripik balado. Guru yang menjaga kantin sampai kewalahan mengatur murid-murid yang membeli keripik, karena pemilik kerupuk kuah dan keripik balado berbeda. Pada akhirnya pemiliki keripik balado menyediakan sendiri kuah untuk keripiknya.
Begitulah sebuah makanan dapat menjadi lebih nikmat dengan dikombinasikan jenis makanan lain. Walaupun berawal dari ketidak sengajaan, sampai sekarang jajanan keripik balado pakai kuah tetap bertahan di sekolah saya dulu. Bagaimana dengan kita agar tetap bertahan dalam kemajuan zaman dan perubahan gaya hidup sekarang. Karena itu perlunya kita juga berkombinasi dengan manusia lain untuk tetap bertahan mengikuti kemajuan zaman ini. Saling melengkapi dan saling memberi rasa. Lalu apa hubungan tulisan saya ini dengan susu coklat seperti judul di atas? Susu coklat adalah teman saya dalam menulis tulisan ini. Mungkin saya ibaratkan susu coklat adalah kamu yang sempat membaca tulisan ini. Maafkanlah pengibaratan saya ini jika terlalu…...
Semarang, 03 Oktober 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar