: Afrizal Malna
“Seberapa
jauh kalian ke sini?”
Cahaya
lampu memantul dari kepalamu ke mataku hingga seekor anjingmu berubah jadi
singa
Satu
jadi dua, dua jadi banyak seperti laron di sekitar bola lampu yang kau sebut
arah kiblat.
Di
sebelit pinggang mengendap isyarat yang dapat melepas kita dari jerat wajib
menjawab tanya
Supaya
pinggang jangan dipunggungkan walau
dengan ukuran celana sering bersitegang
Pertanyaan
itu terus memantul di antara tebing mata kita selama waktu menukar nama
Bagai
cinta yang tak mampu melewati lidah hanya memantul-mantul di dalam dada
Ia
menyalak lalu mengaum, satu jadi dua, dua jadi banyak dan kita terlempar ke
hutan
Kembali
mengukur jauh perjalanan pulang setelah jauh kedatangan lupa kita tuliskan
Seberapa
jauh kita kembali.
Pada
akhirnya kita hanyalah ampas kopi petanggang yang memalamkan gelas
Menolak
meluruhkan tubuh pada kuasa lidah dan ludah
Semarang,
2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar