20 Juli 2014

6. Cerita Demi Cerita

            Selain dari usia kita yang terus bertambah, cerita demi cerita di antara kita juga semakin bertambah. Aku berbagi cerita kepadamu, kamu berbagi cerita kepadaku hingga suatu saat nanti aku bisa ceritakan kembali. Sebelum cerita-cerita itu terlupakan oleh cerita lainnya hingga kita hanya bisa menyebutnya sebagai kenangan.
            Cerita-cerita yang kita bagi tidak melulu tentang kebaikan, kekerenan, atau keadaan yang dapat menggambarkan kita begitu indah di depan orang lain. Kekonyolan dan kebodohan yang pernah dilakukan menjadi bagian pula dalam cerita. Cerita-cerita yang tidak keren itu malahan membuat kita merasa bebas dalam bercerita. Kita merdeka dari rahasia-rahasia pada masa lalu. Tiada yang direkayasa dan tiada yang disembunyikan di antara kita.
            Kamu ceritakan kekonyolanmu saat mengira biji buah naga adalah semut dalam sup buah yang sedang kamu makan. Hingga kamu ambil satu per satu dengan ujung sendok dan membuangnya. Aku balas dengan cerita menanyakan “gerobak” kepada pegawai super market karena lupa dengan istilah trolley. Kita saling menertawakan diri sendiri. Menjadikan kekonyolan masa lalu sebagai komedi hari ini.
            Kekesalan kita pada padatnya arus lalu lintas di kota ini hingga melakukan berbagai kegiatan di tempat berbeda jadi lebih menantang. Atau kemurkaan kita pada listrik yang mati pada saat-saat genting hingga harus ke mini market hanya untuk dapat colokan, guna men-charge laptop yang hampir mati saat diburu deadline. Adakalanya kita berbagi peran menjadi penenang atas segala kekesalan dan pemberi solusi bagi setiap kebuntuan.
            “Aku lagi sedih” begitulah jawabmu suatu ketika aku tanyakan kabarmu.
            “Kenapa?”
            “Gak tahu. Sedih aja pokoknya”
            “Kamu habis ngapain?”
            “Gak ngapa-ngapain”
            “Kamu mau cerita tentang sesuatu yang mungkin jadi penyebab kesedihanmu?”
            “Aku gak tahu. Aku gak mau cerita. Aku juga gak tahu kenapa aku sedih”.
            “Apa kamu sedih karena aku? Salahku maksudnya?”
            “Gak tahuuuuuuu...”
            Untuk pertama kalinya kebingungan menghampiriku saat berbicara denganmu. Entah dari siapa awalnya kebingungan ini menular. Kamu hanya merasa sedih tanpa tahu penyebabnya. Tidak mampu berbagi dalam cerita seperti kekonyolan yang pernah dilakukan. Aku menjadi bingung karena tidak mengetahui penyebab keedihanmu. Aku bisa saja memberimu solusi yang normatif. Mengatakan semuanya akan baik-baik saja. Jika sedikit merayumu, akan kusampaikan bahwa aku akan selalu ada di sampingmu ketika senang maupun sedih. Tapi kamu tahu semua itu tidak aku sampaikan.
            Aku belum bisa memahami kebingungan yang kamu hadirkan. Karena itu aku menjaga diri untuk bertindak sebagai pahlawan dalam masalahmu. Selain masih merasa kebingungan, satu hal yang masih dapat aku lakukan dengan baik adalah mendengarkanmu. Jika sedikit sekali cerita yang keluar dari mulutmu, biarlah aku hanya mendengar suara nafasmu.

Bersambung...
200714





Tidak ada komentar:

Posting Komentar