21 Januari 2014

Bahagia: Sedikit di Belakang Ekspektasi dan Ambisi, Sedikit di Depan Pikiran




Saya tertarik menulis tentang merasa bahagia setelah melihat video ibu Eileen Rachman saat mengisi acara TEDx UI. Sebelumnya, pagi harinya saya berbincang dengan bang Nova, tentang situasi di kantor yang sekarang ini berjalan sangat dinamis. Salah satu kunci kedinamisan itu adalah merasa bahagia, mengisi hari-hari dengan senyuman dan tertawa. Menurut ibu Eileen kebahagiaan itu mengalir dalam darah manusia. Menurut saya dalam menyambung pendapat bu Elileen, kita tidak perlu melukai kulit untuk melihat kebahagiaan itu keluar, cukup dirasakan saja. Lalu bagaimana cara merasakannya?

Merasa bahagia adalah bagian dari perspektif dalam menjalani hidup, setiap manusia bebas memilih untuk merasa bahagia atau tidak. Tapi siapa sih di dunia ini yang tidak ingin merasa bahagia? Telah banyak orang menjelaskan perihal perbedaan bahagia dan merasa bahagia yang jauh berbeda itu. Saya lebih tertarik untuk menuliskan merasa bahagia versi saya dan momen-momen yang membuat saya bahagia. Merasa bahagia versi saya tentu berbeda dengan merasa bahagia versi anda, namun tidak tertutup kemungkinan bisa sama yang mungkin saja kapasitasnya berbeda. Ah, tidak perlulah kita mencari persamaan atau perbedaan dalam merasa bahagia, cukuplah dinikmati saja.

Untuk merasa bahagia yang diperlukan hanya perasaan, sederhana saja. Sudah siapkah perasaan untuk merasa bahagia? Saya berusaha selalu menyiapkan perasaan untuk selalu bahagia. Masih berusaha, karena saya akui belum sepenuhnya usaha itu berhasil. Penghasilan, status, materi, pakaian, jaringan, pertemanan dan segala hal yang menempel di diri harus bisa membahagiakan perasaan saya. Berhasilkah? Jawabannya masih “belum”. Khayalan saya masih dipenuhi punya penghasilan yang jauh lebih tinggi dari sekarang, ingin punya status lebih tinggi, materi lebih banyak, jaringan dan pertemanan lebih luas dan segalanya ingin lebih dari yang sekarang, termasuk berat badan. Namun semua hal itu pernah membuat saya bahagia. Saya sadari itu, misalnya ketika gajian saya membeli beberapa kebutuhan dan keinginan, datang ke suatu acara atau nonton bioskop dengan pasangan, atau diperhatikan teman saat dibutuhkan. Apakah merasa bahagia bisa datang dari pintu lainnya?

Merasa bahagia dari sisi yang tidak mainstream menjadi tantangan sendiri bagi perasaan. Jika seseorang bahagia karena cintanya diterima, wajar. Jika seseorang bahagia setelah bisa membantu ribuan orang, membangun masjid, klub sepakbolanya menang, bertemu idola itupun masih wajar. Sebenarnya saya begitu subjektif jika harus membedakan mana merasa bahagia yang mainstream atau tidak. Begini saja, saya merasakan kebahagiaan baru yang belum pernah saya rasakan sebelumnya dan saya yakin tidak semua orang setuju menganggap itu kebahagiaan. Itulah yang saya sebut merasa bahagia yang tidak mainstream. Saya bahagia ketika dapat dengan ikhlas mengucapkan terima kasih kepada pembantu yang mencucikan piring makan saya, saya merasa bahagia ketika dapat nomor antrian di rumah sakit yang sangat dekat dengan nomor yang sedang diproses, dan saya merasa bahagia jika tidak tidur lagi setelah sholat subuh. Kapasitas merasa bahagia dari hal-hal di atas memang tidak sebesar kebahagiaan saya jika mendapatkan uang 1 milyar atau bisa membuat 1 juta orang tersenyum. Namun kapasitasnya cukup membuat saya tersenyum walaupun belum mendapatkan 1 milyar tersebut.

Kebahagiaan mengalir dalam darah. Apapun yang dilakukan seharusnya dapat menciptakan kebahagiaan dan bisa dirasakan. Ada orang yang senang bekerja, bekerja membuat ia merasa bahagia. Ada orang yang senang mengeluh, ketika keluhannya ditanggapi dia merasa bahagia. Jika semua hal bisa menciptakan kebahagiaan, lalu di manakah kebahagiaan itu tersembunyi hingga tidak semua orang merasakannya. Menurut saya kebahagiaan itu berada sedikit di belakang ekspektasi dan ambisi dan sedikit di depan pikiran. Jika ekspektasi dan ambisi bisa melongokkan kepalanya ke belakang dan pikiran bergerak ke depan di situlah bahagia akan dirasakan.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar