Harold Crick hidup seperti robot yang
diatur oleh bunyi jam tangannya mulai gelisah oleh suara gaib yang menceritakan
semua kebiasaannya. Lebih dari kebiasaannya yang menyikat gigi dengan gerakan
sama dan hitungan sama selama 12 tahun, menghitung jumlah ubin yang
dilangkahinya, atau tidur tepat pada pukul 10.13 selama 12 tahun. Suara gaib
itu bahkan juga menceritakan kematiannya yang akan datang serta perihal
cintanya dengan Ana Pascal. Suara itu seperti mendikte setiap langkah yang
diayunkannya dan setiap benda yang akan disentuhnya. Pekerjaan, jadwal-jadwal
yang kaku, hingga bunyi jam tangan benar-benar mengubah Harold Crick menjadi seorang robot,
kesepian selama 12 tahun, dan hanya memiliki seorang teman dalam hidupnya.
Seorang perempuan pengarang kisah
tragadi mencari-cari cara dan bereksperimen untuk membunuh Harold Crick. Mulai
dari melompat dari atas gedung sampai terjun ke sungai dengan mobil saat
menghindari anak kecil yang tergelincir bersepeda. Sungguh Karen Eifel si
pengarang itu, ingin membunuh Harold Crick dalam novel terakhirnya sebagai
pelengkap dari kisah tragedinya. Dalam novelnya segala yang diceritakan tentang
Harold--fisik, pakaian, dan kegiatannya—benar-benar seperti adanya dalam
realita kehidupan Harold Crick. Suara yang menceritakan itulah yang selalu
mengusik Harold hingga ia memutuskan cuti dan mencari keberadaan suara
tersebut.
Sejak ia mulai mencari keberadaan suara
itu, segala kebiasaannya mulai berganti. Harold mulai jatuh cinta kepada Ana
Pascal, berbantah-bantahan dengan psikiater yang mengatakan ia menderita
skizofrenia, bersitegang dengan developer yang salah mengeksekusi apartemennya,
dan menangis ketika Prof. Hilbert tidak dapat membantu menyelematkan hidupnya
yang akan segera berakhir seperti dalam novel Karen Eifel. Bunyi jam tangannya
tidak lagi berkuasa kepada setiap langkah yang diambilnya karena ia telah
mengabaikannya.
Karen Eifel sangat terkejut ketika
Harold Crick menelpon dan menemuinya, ia
sangat terkejut karena sosok Harold Crick sangat serupa dengan
bayangannya—fisik dan pakaiannya. Harold Crick memaksanya untuk mengubah akhir
cerita dalam novelnya. Karen Eifel mengalami tekanan karena delapan novel yang
ia tulis sebelumnya berakhir tragis dengan kematian. Bayangan telah membunuh
orang lain melesat begitu cepat dalam pikirannya. Dalam pertemuan itu Harold Crick diserahi
draft novel yang tidak lain menceritakan tentang dirinya sendiri. Namun Harold Crick
belum berani membacanya dan meminta Profesor Hilbert untuk membaca terlebih
dahulu.
Menurut Profesor Hilbert novel itu
memang harus berakhir dengan kisah tragis, yaitu kematian Harold Crick sebagai
puncaknya. Profesor Hilbert juga meramalkan novel ini akan menjadi
masterpiece-nya Karen Eifel. Harold Crick menjadi putus asa hingga memberanikan
diri membaca novel tersebut di dalam bus selama seharian. Akhirnya Harold Crick
menerima kisah hidupnya yang tragis--mati ketika novel itu selesai ditulis.
Hidup Harold Crick akan berakhir setelah
dua huruf lagi ditambahkan Karen Eifel dalam novelnya, ketika ia sampai pada
bagian “Harold Crick was de”. Klimaks dari film ini sampai pada puncaknya.
Akhirnya film ini ditutup dengan pesan yang menarik sebagai akhir dari novelnya
Karen Eifel.
As Harold took a bite of Bavarian sugar cookie, he
finally felt as if everything was going to be ok. Sometimes, when we lose
ourselves in fear and despair, in routine and constancy, in hopelessness and
tragedy, we can thank God for Bavarian sugar cookies. And, fortunately, when
there aren't any cookies, we can still find reassurance in a familiar hand on
our skin, or a kind and loving gesture, or subtle encouragement, or a loving
embrace, or an offer of comfort, not to mention hospital gurneys and nose
plugs, an uneaten Danish, soft-spoken secrets, and Fender Stratocasters, and
maybe the occasional piece of fiction. And we must remember that all these
things, the nuances, the anomalies, the subtleties, which we assume only accessorize
our days, are effective for a much larger and nobler cause. They are here to
save our lives. I know the idea seems strange, but I also know that it just so
happens to be true. And, so it was, a wristwatch saved Harold Crick.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar