17 Maret 2012

Stranger Than Fiction



Harold Crick hidup seperti robot yang diatur oleh bunyi jam tangannya mulai gelisah oleh suara gaib yang menceritakan semua kebiasaannya. Lebih dari kebiasaannya yang menyikat gigi dengan gerakan sama dan hitungan sama selama 12 tahun, menghitung jumlah ubin yang dilangkahinya, atau tidur tepat pada pukul 10.13 selama 12 tahun. Suara gaib itu bahkan juga menceritakan kematiannya yang akan datang serta perihal cintanya dengan Ana Pascal. Suara itu seperti mendikte setiap langkah yang diayunkannya dan setiap benda yang akan disentuhnya. Pekerjaan, jadwal-jadwal yang kaku, hingga bunyi jam tangan benar-benar mengubah Harold Crick menjadi seorang robot, kesepian selama 12 tahun, dan hanya memiliki seorang teman dalam hidupnya.

Seorang perempuan pengarang kisah tragadi mencari-cari cara dan bereksperimen untuk membunuh Harold Crick. Mulai dari melompat dari atas gedung sampai terjun ke sungai dengan mobil saat menghindari anak kecil yang tergelincir bersepeda. Sungguh Karen Eifel si pengarang itu, ingin membunuh Harold Crick dalam novel terakhirnya sebagai pelengkap dari kisah tragedinya. Dalam novelnya segala yang diceritakan tentang Harold--fisik, pakaian, dan kegiatannya—benar-benar seperti adanya dalam realita kehidupan Harold Crick. Suara yang menceritakan itulah yang selalu mengusik Harold hingga ia memutuskan cuti dan mencari keberadaan suara tersebut.

Sejak ia mulai mencari keberadaan suara itu, segala kebiasaannya mulai berganti. Harold mulai jatuh cinta kepada Ana Pascal, berbantah-bantahan dengan psikiater yang mengatakan ia menderita skizofrenia, bersitegang dengan developer yang salah mengeksekusi apartemennya, dan menangis ketika Prof. Hilbert tidak dapat membantu menyelematkan hidupnya yang akan segera berakhir seperti dalam novel Karen Eifel. Bunyi jam tangannya tidak lagi berkuasa kepada setiap langkah yang diambilnya karena ia telah mengabaikannya.

Karen Eifel sangat terkejut ketika Harold Crick menelpon dan menemuinya, ia sangat terkejut karena sosok Harold Crick sangat serupa dengan bayangannya—fisik dan pakaiannya. Harold Crick memaksanya untuk mengubah akhir cerita dalam novelnya. Karen Eifel mengalami tekanan karena delapan novel yang ia tulis sebelumnya berakhir tragis dengan kematian. Bayangan telah membunuh orang lain melesat begitu cepat dalam pikirannya. Dalam pertemuan itu Harold Crick diserahi draft novel yang tidak lain menceritakan tentang dirinya sendiri. Namun Harold Crick belum berani membacanya dan meminta Profesor Hilbert untuk membaca terlebih dahulu.

Menurut Profesor Hilbert novel itu memang harus berakhir dengan kisah tragis, yaitu kematian Harold Crick sebagai puncaknya. Profesor Hilbert juga meramalkan novel ini akan menjadi masterpiece-nya Karen Eifel. Harold Crick menjadi putus asa hingga memberanikan diri membaca novel tersebut di dalam bus selama seharian. Akhirnya Harold Crick menerima kisah hidupnya yang tragis--mati ketika novel itu selesai ditulis.

Hidup Harold Crick akan berakhir setelah dua huruf lagi ditambahkan Karen Eifel dalam novelnya, ketika ia sampai pada bagian “Harold Crick was de”. Klimaks dari film ini sampai pada puncaknya. Akhirnya film ini ditutup dengan pesan yang menarik sebagai akhir dari novelnya Karen Eifel.

As Harold took a bite of Bavarian sugar cookie, he finally felt as if everything was going to be ok. Sometimes, when we lose ourselves in fear and despair, in routine and constancy, in hopelessness and tragedy, we can thank God for Bavarian sugar cookies. And, fortunately, when there aren't any cookies, we can still find reassurance in a familiar hand on our skin, or a kind and loving gesture, or subtle encouragement, or a loving embrace, or an offer of comfort, not to mention hospital gurneys and nose plugs, an uneaten Danish, soft-spoken secrets, and Fender Stratocasters, and maybe the occasional piece of fiction. And we must remember that all these things, the nuances, the anomalies, the subtleties, which we assume only accessorize our days, are effective for a much larger and nobler cause. They are here to save our lives. I know the idea seems strange, but I also know that it just so happens to be true. And, so it was, a wristwatch saved Harold Crick.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar